(cerita bersambung <3).Setelah satu minggu liburan sekolah Canda pun usai dan hari senin ini ia harus sekolah lagi dan memenuhi hari-hari selanjutnya dengan berbagai macam mata pelajaran yang selalu menghabiskan istirahatnya , ia tidak bisa tidur siang lagi karena sekolahnya di mulai pada siang hari sampai sore.
Siang itu Canda meraih dengan cepat sepatu di rak papan itu dan buru-buru memakainya sambil melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul sebelas padahal sekolah dimulai pukul dua belas sedangkan untuk menuju sekolah ia harus jalan kaki dan naik angkot kira-kira selama satu jam. Canda semakin tidak tenang saat melihat buku LKS Matematika karena tiba-tiba teringat ada tugas yang belum dikerjakannya.
“Wah, gawat nih”, gumamnya pelan sambil cepat keluar kamar.
Sesampai di sekolah ia lihat jam tangannya ternyata baru pukul dua belas kurang seperempat menit. Ia cepat-cepat membuka LKS Matematika dan berpikir bagaimana menyelesaikan tugas dengan waktu yang sangat pendek. Tiba-tiba pak Rahmat masuk kelas dengan raut muka yang kurang ramah dan pak Rahmat menyuruh mengumpulkan buku LKS Matematika untuk melihat hasil jawaban tugasnya. Dada Canda berdebar semakin kencang dengan perasaan takut dan bingung harus bagaimana menghadapi situasi saat itu.
Mungkin karena terlalu lama menunggu aksi para murid untuk mengumpulkan buku LKS, tiba-tiba pak Rahmat berdiri dan dengan cepat menghampiri meja murid satu persatu sambil melihat-lihat jawaban tugas LKS matematika itu. Canda semakin bergetar, klimpungan, dan penat menyelubungi setiap raganya. “Braak…” tiba-tiba suara kayu penggaris yang dihentakkan ke meja murid terdengar sangat keras, rupanya pak Rahmat marah saat melihat buku LKS murid yang di meja depan ditemukan tanpa ada jawaban dan pak Rahmat teriak.
“Mana jawaban tugasnya…kenapa masih kosong…kamu tidak mengerjakannya?….”
“Satu minggu sudah bapak tugaskan ini kenapa belum dikerjakan juga…apa yang kamu lakukan di rumah…tidak peduli dengan tugas yang bapak berikan…mau jadi apa kamu…”
“Kalau tidak bisa, belajar bertanya sama teman-teman yang lain..bukannya diam..atau kamu memang benar-benar tidak peduli dengan tugasmu…”
Kata-kata pak Rahmat memberondong tanpa henti memarahi muridnya dan keadaan ini membuat Canda semakin bergetar hebat. Lalu pak rahmat naik pitam lagi amarahnya saat lihat buku LKS murid yang lain belum selesai menjawab semua tugasnya, ternyata di kelas hampir sebagian muridnya tidak mengerjakan tugasnya dengan berbagai alasan dan canda termasuk di antaranya.
Disaat situasi yang krisis yang dirasakan Canda begitu hebatnya tiba-tiba sentuhan tangan teman sebangku di sebelahnya segera menyadarkan ketakutannya dan ia menunjukkan buku LKS Matematika miliknya yang ternyata sudah terisi jawaban yang lengkap. Temannya segera menyuruh canda menyalinnya sambil berbisik.
“Cepat canda salin jawabannya mumpung pak Rahmat masih di depan!”
Tanpa berpikir panjang canda pun akhirnya segera menuruti perintah temannya untuk menyontek jawaban tugasnya, dengan terburu-buru Canda menulisnya sambil sesekali melihat gerak pak Rahmat yang berkeliling menuju satu persatu meja murid lain yang semakin mendekat.
Suara makian pak rahmat masih terdengar diantara langkah-langkahnya dan terkadang terdiam dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan bagi muridnya yang telah mengerjakan tugasnya.
Akhirnya pak Rahmat semakin mendekati meja Canda dan tepat pada saat itu Canda selesai menulis semua jawabannya, lalu pak Rahmat sekilas melihat jawaban tugas di buku LKS-nya dan anggukan kepala pak Rahmat pelan sambil melangkah lagi menuju meja belakang Canda. Lega dan plong juga perasaan Canda setelah masa krisis itu berakhir walau sebenarnya ia malu karena harus menyalin jawaban temannya.
Sore itu tepat pukul lima sekolah usai, canda pun bergegas pulang dan ingin segera mandi karena cuaca sore itu terasa panas sekali mungkin malam nanti akan turun hujan atau pada sore itu memang awal dari musim kemarau yang akan melanda kota Bandung. Setelah semua kegiatannya selesai dari mulai mandi dan makan, ia pun menyempatkan pergi dulu mampir ke masjid untuk sholat magrib berjamaah dan mengaji Al-quran.
Setelah sholat isya Canda langsung pulang dan ia langsung melihat jadwal pelajaran buat besok karena ia takut ada tugas mata pelajaran yang belum dikerjakan dan ia tidak ingin kejadian di sekolah tadi terulang lagi dan pastinya tidak mau lagi nyontek dari teman karena sangat memalukan.
Buku LKS kimia halaman delapan ada tugas lima soal yang sekilas terlihat mudah namun karena belum paham teorinya jadi agak menguras pikiran untuk mengerjakan soal itu. “ Wah soalnya gampang tidak ya, emm saya belum ngerti neh”, Canda bergumam lagi. Meskipun ia tidak yakin dengan kemampuannya ia ingin mencoba memahami dan mengerjakannya sendiri dulu sebelum jalan terakhir di tempuh juga yaitu NYONTEK.
Canda segera pegang buku LKS Kimia, pensil, dan peralatan lainnya untuk dibawa keluar kamar, ia akan mengerjakan tugasnya di ruang paviliun dan berharap di ruang itu otaknya jadi encer dan bisa mengerjakan tugasnya dengan sempurna. Sesampai di ruangan paviliun ia menyimpan buku dan peralatan lainnya di meja dan langsung mengambil remote tv lalu menyalakan tv buatan negara Jepang itu. Sesekali ia memandangi layar tv itu sambil membaca dan berpikir keras untuk memahami teori kimia yang diperlukan untuk menjawab tugasnya itu, namun sudah satu jam ia belum bisa memahami apalagi mengerjakan soal-soal kimia itu.
Tiba-tiba sekilas Canda melihat bayangan hitam melintas di depannya, ia terperanjat dan segera mencari bayangan itu apalagi ia hanya sendirian di ruangan itu. Ternyata bayangan itu adalah seorang pria yang kemarin memakai sweater merah. Pria itu semakin mendekat dan akhirnya duduk di seberang kursinya dengan disertai senyuman pria itu memulai pembicaraan.
“ Sendirian saja ya…sedang belajar atau nonton tv?”
“Iya sendirian nih, saya sedang melakukan kedua-duanya belajar sambil nonton tv.” Jawab Canda tenang dan tiba-tiba ia teringat kwitansi yang dititip bu Husna untuk diberikan pada pria itu.
“Oh iya, kemarin bu Husna nitipin kwitansi pembayaran kost untuk kakak, tunggu sebentar ya, saya ambil dulu dikamar.” Terang Canda sambil berdiri hendak ke kamarnya.
“Oh iya silahkan”.
Tak lama kemudian Canda kembali lagi dengan dengan selembar kwitansi ditangannya dan langsung memberikannya.
“ Ini kwitansinya”, Canda mengulurkan kwintansi itu tanpa menatap pria itu.
“Terima kasih ya, eh kenalkan nama saya Aldin”, tiba-tiba pria itu memperkenalkan diri.
“Emm nama saya Canda”, akhirnya Canda pun memperkenalkan diri.
“Eh tadi katanya lagi belajar sambil nonton tv, emangnya bisa ya?..kalau saya sih malah kebanyakan nonton tv-nya daripada belajarnya”.
“Ya sama sih, terkadang tidak konsentrasi tapi daripada kesepian dikamar apalagi temen-teman yang lainnya mungkin di dalam kamar atau belum pulang ke pondok, ya satu-satunya hiburan untuk diri sendiri ya tv”.
“Oh, emang pelajaran apa sih”.
“Lagi ngerjain tugas kimia tapi belum ngerti teorinya makanya agak lemot ngerjain soal-soalnya”.
“Boleh saya lihat soalnya?”, Kak Aldin meminta dengan santun.
Canda pun akhirnya menyodorkan dengan segera buku LKS Kimia itu dan Aldin pun segera meraihnya dengan tangan kanannya. Beberapa menit kemudian Aldin tersenyum dan menawarkan diri untuk menerangkan maksud soal kimia itu dengan solusinya. Canda mengangguk sebagai tanda mengiyakan tawarannya apalagi ia memang sama sekali tidak mengerti tugas kimia itu.
Setelah setengah jam Aldin menerangkan soal kimia itu, baru Canda mulai mengerti dan ternyata cara penyampaian penjelasan yang diuraikan Aldin mudah dipahami Canda dan seketika itu juga Canda mulai terpesona oleh karakter Aldin, selain santun juga mempunyai kemampuan untuk mengajar seseorang layaknya sang guru.
Karena Canda sudah mengerti soal kimia itu maka empat soal kimia lainnya ia kerjakan sendiri dan hasilnya ia perlihatkan kepada Aldin untuk di koreksi bila ada kesalahan dalam mengerjakannya.
Malam itu Canda dan Aldin mulai mulai akrab berbicara walau pembicaraannya hanya seputar sekolah dan hal-hal yang berhubungan dengan Pondok Dingin. Mereka berdua selalu saling senyum dan tawa di saat Aldin sedang bergurau dan melemparkan pertanyaan tebakan yang kocak.
Hari-hari berikutnya Canda selalu meminta bantuan Aldin untuk membahas tugas-tugas pelajaran yang sulit dipahaminya. Lumayan sebagai guru privat gratis, ibaratnya “sekali mendayung dua pulau terlewati” pikir Canda karena selain Aldin membantu tugas-tugas sekolah Canda, Aldin juga sambil belajar memantapkan hapalannya apalagi kebetulan Aldin sudah lulus SMA dan hendak melanjutkan kuliah tahun depan karena tahun ini Aldin tidak lulus UMPTN dan berharap tahun depan lulus UMPTN, sedangkan Canda baru kelas dua SMA dan belum tahu apakah ia akan melanjutkan kuliah atau langsung bekerja saja...(bersambung dgn judul Saling Menerima dan Saling Memberi)...