Tugas seorang istri dalam sebuah rumah tangga adalah memberikan perhatian dalam masalah rumah tangga, akan tetapi itu bukanlah hal yang mudah karena dengan pekerjaan memasak, menyapu, mencuci pakaian, dan semisalnya yang memang menjadi tuntutan tugas sehari-hari memerlukan pembagian waktu yang bijak dan tepat sehingga tidak ada pekerjaan yang tercecer. Dengan kehadiran seorang pembantu rumah tangga diharapkan membantu seorang istri memiliki waktu istirahat yang cukup.
Dalam kondisi rumah yang berantakan, misalnya sepatu tercecer dimana-mana, maianan anak-anak ada disetiap sudut rumah, bahkan sisa makanan dilantai bertaburan, Maka hal itu akan memicu rasa sumpek dalam diri seorang suami tatkala pulang kerumah dengan memandang hal demikian.
Apabila suami melihat anak-anaknya dengan pakaian mereka lusuh dan menyebarkan bau tidak sedap, maka istri beralasan bahwa bukan kewajibannya mengurus itu semua. Istri menuntut suami agar mencarikan pembantu dengan mengesampingkan tinjauan-tinjauan syari'ah. Dengan hadirnya pembantu, diharapkan seorang istri memiliki waktu istirahat lebih banyak.
Ditinjau dari keinginan memiliki seorang pembantu, maka "Betul, pekerjaan istri memang berat. Namun, perlu dimengerti bahwa keadaan istri-istri sekarang jauh lebih baik daripada keadaan istri-istri sahabat yang mereka tentu lebih baik daripada istri-istri zaman sekarang. Terbukti bahwa pekerjaan mereka sangat sulit. Sebagai contoh adalah kisah-kisah sebagai berikut:
Dengan gambaran di atas, dapat dimaklumi bahwa pekerjaan seorang istri dirumah memanglah tidak mudah dan itu dikenal dari zaman kezaman sejak dahulu kala.
Ibnul Qoyyim berkomentar tentang hal tersebut, "Sesungguhnya perjanjian-perjanjian yang umum dikembalikan pada tradisi, tradisi yang sudah umum adalah pengabdian seorang wanita dalam mengurus rumah tangganya.
Apabila ada yang berdalil bahwa pekerjaan Fathimah dan Asma' hanyalah pekerjaan sukarela yang tidak mengikat, maka pernyataan itu dapat dibantah. Sebab, ternyata Fathimah juga mengeluhkan perihal pekerjaan yang berat itu.
Ketika Rasulallah SAW melihat Asma' memanggul makanan ternak di atas kepalanya & saat itu Zubair di sampingnya, maka Nabi tidak mengatakan, "Ini bukan pekerjaan Asma", dan ini tindakan dhalim terhadapnya." Tapi beliau menyetujui pelayanan (Asma') dan semua sahabat yang lain juga menyetujui pelayanan istri mereka. Beliau memahami bahwa di antara tabiat wanita ada yang lapang menerima pekerjaan, tapi ada pula yang sebaliknya. Ini adalah perkara yang pasti."
wasiat Rasululah tatkala Fathimah mengeluh untuk dicarikan pembantu, Rasul bersabda,
"Maukah aku kabarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada pembantu? Hendaklah engkay ucapkanlah menjelang tidur, tasbih (SubhanaLlah) 33 kali, tahmid (AlhamduliLlah) 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 34 kali".
Meskipun demikian bahwa pekerjaan rumah adalah urusan istri, hendaklah sebagai suami turut meringankan pekerjaan dengan membantu pekerjaan rumah yang selaras dengan kemampuan dan kelayakan bagi suami. Dalam sebuah hadist diceritakan "Rasullah SAW, beliau adalah semulia-mulia hamba. Beliau biasa menjahit pakaian, memperbaiki sandal dan menambal ember, tanpa mengurangi kemuliaannya".
Ibnu Hajar berkata, "Hadits ini menganjurkan (suami) untuk bersikap tawadhu' (rendah hati), tidak sombong serta siap membantu istrinya".
Namun demikian, bagi hamba-hamba yang mendapatkan rizki yang lebih boleh saja mempekerjakan seorang pembantu untuk keluarganya selagi sesuai dengan aturan Sya'riat. Karena hal ini termasuk sikap terpuji, lembut dan toleransi terhadap istri yang memang sarat dengan pekerjaan. Hal ini pernah juga dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, dan hal ini bukanlah merupakan sesuatu yang tabu.
(Sumberhttp://dunia-maharani.blogspot.com/2007/04/kesibukan-istri-mengurus-rumah-tangga.html)
(Sumber:image)
(Sumber:image)