ANAK dari teman istri saya begitu aktif. Belum lama lahir,
ia sudah memiliki akun Facebook! Si anak diaktifkan oleh
sang bunda karena saking sayangya pada si anak pertama
itu. Fenomena ini sudah jamak ditemui. Bayi-bayi dan
batita yang tidak tahu apa-apa soal internet, dikenalkan
oleh orangtua mereka dengan cara mendaftarkan diri di
jejaring social umumnya.
Fenomena lain wujud sayang orangtua, memasangkan foto
aktivitas buah hati mereka di internet. Media sosial menjadi
ruang berekspresi ayah dan bunda si anak dalam
memampangkan prestasi anaknya. Anak bisa apa difoto lalu
diunggah ke internet. Anak tengah melakukan apa atau
sedang berada di mana, segera diberitakan oleh
orangtuanya via internet.
Seorang teman saat saya tanya mengapa begitu aktif
menampilkan buah hati pertamanya di media sosial,
menjawab sederhana saja. “Itu cara berkomunikasi dengan
keluarga di lain kota.” Ya, dengan sekali tayang di media
sosial, kakek dan nenek, paman dan bibi, Oom dan tante,
bias mengakses informasi seberapa jauh cucu dan/atau
keponakan mereka mengalami kemajuan.
Hak setiap orangtua sih untuk menampilkan foto-foto anak-
anaknya. Beragam alasan bisa dikemukakan untuk
mendukung pilihan mereka. Mungkin sudah ditimbang jauh-
jauh, walau tampaknya lebih banyak yang sekadar menuruti
emosi untuk berbagi kepada khalayak di jagat maya.
Keinginan berkomunikasi dengan saudara di berbeda
tempat boleh jadi logis, tapi bukankah sekarang peranti
ponsel memadai ketimbang berbagi ke banyak khlayakan
yang tidak berkepentingan?
Cinta pada buah hati, terutama anak pertama atau anak
dengan jenis kelamin yang didamba lama, terkadang
melahirkan hasrat bereksis di jagat maya. Cinta pada buah
hati tersederhanakan dengan keaktifan orangtua berbagi
kepada sesama. Tidak dipikir masak-masak apakah itu
modus operandi mengeksiskan diri orangtuanya ataukah
bukan. Belum lagi bicara antisipasi bahayanya di kemudian
hari.
Maraknya penculikan anak dan pelecehan seksual pada
anak mestinya menjadikan para ayah dan bunda tidak
semberono membagikan foto-foto buah hatinya di internet.
Saying, banyak orangtua atas nama cinta tidak menyadari
hal ini. Kita tidak pernah tahu teman atau pengikut di media
social apakah semua orang baik ataukah tidak. Pintu masuk
kejahatan mestinya bias diantispasi dari sini.
Sadar bahaya pada anak-anak, saya sendiri sudah
mengurangi untuk mengeksiskan anak melalui foto.
Kalaupun menampilkan foto, sebisa mungkin porsi
wajahnya tidak begitu tampak. Sekadar wakil fisik yang
ada, cukuplah. Rasanya amat tidak memadari manfaat
mengeksisikan anak dengan celaka yang bakal diterimanya
nanti. Bagaimanapun juga, lebih baik mencegah daripada
menyesal kemudian, bukan? []
(Sumber: http://rumahkeluarga-indonesia.com/pampang-foto-
anak-1151/ )
(Image:google)
(Image:google)