(cerita bersambung <2)
...Seperti biasanya Canda duduk di ruang paviliun dan nonton televisi lagi. Ia tidak betah berlama-lama di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa, membosankan bahkan akan membuatnya kantuk lagi.
Ketukan berulang-ulang di pintu gerbang pondok membuatnya terkejut dan Canda pun segera membukanya pintu itu. Ternyata ada dua orang pria yang berdiri tegap sambil tersenyum menyambut tatapan Canda. Salah satu pria itu langsung berbicara dan bertanya dengan sopan dan kata-katanya teratur.
“ Maaf apa di pondok ini masih ada kamar kosong untuk kami sewa?”
“Oh, kamar kosong…tunggu sebentar saya tanya dulu ke Ibu pemilik pondok ini, silahkan masuk dan duduk dulu, tunggu sebentar ya…”
“Oh iya, terimakasih…” jawab pria berbaju hitam sambil melirik teman di sebelahnya.
Canda segera mempersilahkan kedua pria itu masuk dan menunggu di ruang paviliun pondok. Sekilas Canda memperhatikan pria yang sedari tadi tidak berbicara sepatah kata pun hanya tatapan dan sentuman tipis di wajahnya. Tanpa sengaja tiba-tiba Canda tersenyum geli saat ia memperhatikan baju yang di pakai pria itu yakni sweater merah, karena saat itu pun Canda memakai sweater pink. Walau sweaternya berbeda warna, Canda berpikir lucu saja suatu kebetulan yang menggelikan ada di hadapannya.
Canda segera menemui Ibu Husna di kantin pondok dan memberitahukan padanya bahwa ada dua pria yang sedang menunggu di paviliun yang mencari kamar kosong untuk mereka sewa. Lalu bu Husna mengiyakan seraya melangkah menemui kedua pria itu dan langsung membicarakan tentang kamar kosong itu.
“Assalammu’alaikum bu…, maaf kami mengganggu waktu ibu”, sapa pria berbaju hitam itu santun.
“Wa’alaikumsalam, oh tidak apa-apa, kebetulan ibu sedang istirahat saja. Oh iya kata Canda kalian sedang mencari kamar kosong ya?”
“Iya bu, kebetulan kami pagi tadi baru datang dari Sukabumi dan kami berencana ikut kursus bahasa Inggris dan bimbingan belajar di dekat sini, karena itu kami membutuhkan tempat tinggal selama kami disini. Tadi saya melihat papan pengumuman yang ada di depan gerbang kalau di pondok ini masih ada kamar kosong, benarkah begitu bu?”, uraian pria berbaju hitam itu panjang lebar.
“Iya di pondok ini ada kamar kosong, tapi Cuma ada satu kamar. Apa kalian bersedia satu kamar berdua?”
“Iya bu, kami rencananya memang sekamar berdua bu..”.
“Ya syukurlah, kalau begitu mari ibu antar kalian melihat kamarnya mudah-mudah kalian merasa cocok dengan keadaannya”.
Kedua pria itu cukup menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas ajakan bu Husna, lalu mereka pun berjalan mengikuti langkah bu Husna dengan pelan. Dan yang dilakukan Canda saat itu hanya diam membisu mendengar percakapan bu Husna dan dua pria itu, tapi canda tidak turut serta mengantar dua pria itu menuju kamar yang dimaksud apalagi saat itu ada iklan di televisi yang mencuri perhatian Canda dan rasa malas membuatnya enggan beranjak dari ruang paviliun itu.
Tak lama kemudian bu Husna dan kedua pria itu sampai di kamar kosong itu yang terletak di ujung koridor kost khusus putra dan mereka berbincang-bincang lagi tentang harga kost dan peraturan-peraturan yang berlaku di pondok itu. Dan setelah kesepakatan terjadi salah satu pria itu mengeluarkan uang dari dompetnya seraya memberikan langsung kepada bu Husna. Sedangkan satu pria lagi sibuk menata barang bawaannya untuk di simpan di kamar itu. Bu Husna keluar dari kamar itu dan diikuti kedua pria itu menuju kantin, sepertinya bu Husna mengajak ke kantin dan menawarkan makan siang untuk kedua pria itu.
Canda tiba-tiba mendengar bisik-bisik dan suara tawa yang semakin mendekati ruangan paviliun, ternyata dua pria itu datang lagi setelah satu jam berada di kantin bersama bu Husna. Canda saat itu sengaja tidak menyapa kedua pria itu yang melewati paviliun karena ia sedang serius menyimak berita di televisi.
”Maaf kalau mau ke pasar Palasari naik angkot apa ya?”, suara pria berbaju sweater merah itu membuat canda kaget dan dengan sigap Canda menenangkan diri dan mengingat-ingat angkot yang menuju Palasari yang dipertanyakan.
“Maaf, saya tidak tahu karena saya tidak pernah ke Palasari.”
“Oh tidak apa-apa, kalau ke Gramedia yang terdekat dari sini dimana ya?”.
“Gramedia yang berseberangan dengan BIP”.
“Kalau tidak salah naik angkot warna biru kan?”
“Ya benar”.
“Ok. Makasih ya.”
“Sama-sama”, jawab Canda singkat sambil menganggukkan kepala.
Canda menghela napas pelan sambil melihat kedua pria itu yang menyusuri koridor utama lalu belok kanan sepertinya mereka menuju kamarnya. Lamunan canda tiba-tiba teringat saat awal pertemuan dengan kedua pria itu apalagi dengan pria yang memakai sweater merah itu, entah kenapa tiba-tiba ia tersenyum geli lagi saat melihat sweater pink yang ia kenakan dan membandingkannya dengan sweater merah pria itu.
Semilir angin yang menghembus uraian rambutnya membuat kulit ari semakin terasa dingin dan tanpa sadar ternyata rambutnya acak-acakkan, lalu Canda segera merapikan rambutnya hanya dengan jari-jari tangannya dan menatanya asal. Tiba-tiba Canda merasakan kerongkongannya kering dan dahaga pun meronta-ronta aliran air yang membasahi dinding-dinding kerongkongannya. Saat itu Canda benar-benar merasakan haus yang sangat hebat dan ia pun segera menuju kantin karena hanya disanalah terdapat minuman yang diperuntukkan bagi para penghuni pondok.
Di kantin Canda hanya melihat bu Husna yang sedang merapikan piring-piring diatas meja saji. Baru beberapa langkah ia mendekati bu Husna dan hendak menyapanya tiba-tiba suara bu Husna menyapanya dengan cepat.
“Eh Canda, sini ngobrol sama ibu daripada sendirian nonton televisi disana”.
“Ngobrol apa bu Husna, ada gosip ya?”.
“Ah kamu ini yang ditanya gosip mulu sich”.
Canda hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan bu Husna apalagi ia sudah tidak tahan kehausan dan segera mengambil sebotol minuman dingin di kulkas dan meminumnya dengan cepat. Sesaat kerongkongannya mulai merasa kedinginan dan haus pun hilang seketika.
“Oh iya Canda, nanti tolong tolong kasihkan kwitansi pembayaran sewa kost ke Yanto atau Adin ya”, kata bu Husna sambil memberikan kwitansinya.
“Yanto, Adin…yang mana orangnya bu atau di kamar nomor berapa bu?”.
“Itu yang barusan datang menyewa kamar kosong”.
“Oh itu mereka namanya Yanto dan Adin. Iya dech bu, nanti saya kasih ke mereka”.
“Dan nanti kalau mereka membutuhkan sesuatu atau menanyakan tentang fasilitas di pondok ini tolong bantu mereka ya…”.
“Iya bu Husna, saya siap, saya kan asisten ibu…”.
Ibu Husna tersenyum mendengar jawabannya dan Canda pun segera mendekati bu Husna hendak membantu merapikan piring-piring yang sedari tadi dirapikan bu Husna. Selain menghabiskan waktu luangnya di ruangan paviliun, Canda pun kerap mengunjungi bu Husna di kantin untuk sekedar berbincang-bincang. Ibu Husna adalah sosok pemilik pondok yang baik, ramah, dan selalu membantu para penghuni pondok yang membutuhkan bantuannya. Suami bu Husna meninggal dua tahun yang lalu dan kedua anaknya telah menikah dan sekarang mereka mengikuti suami-suami mereka yang bekerja dan tinggal diluar kota.
Meskipun bu Husna tidak ditemani anak-anaknya lagi, kebanyakan penghuni pondok selalu menemani bu Husna di kantin dan mendengarkan cerita-cerita yang ibu Husna bicarakan pada mereka, apalagi bu Husna pandai bertutur kata dan selalu bercanda dengan siapapun, mungkin karena sikap bu Husna itu yang membuat sebagian besar penghuni Pondok Dingin kerasan seperti di rumah sendiri…(bersambung dgn judul Guru Privat Gratis)…
d ttgu episode selanjutnya,jgn kelamaan ya,....masih ada 30 lg kan.xixiix
sabar ya...:)